Tentang Kami

Kami melayani anda dalam memudahkan ibadah aqiqah, dengan produk dan jasa yang kami berikan meliputi pemotongan kambing/domba aqiqah, Nasi Box,...

My Aqiqah

My AQIQAH adalah Program layanan penyedia Domba akikah, baik hidup, mentah atau masak yang diperuntukan bagi yang ingin berakikah di lingkungannya.

Aqiqah Peduli

Program aqiqah di tujukan bagi orang atau lembaga atau perusahaan dsb, yang mau berinfaq mengakikahkan anak dari orangtua kurang mampu atau sodara kurang mampu dll.

Pundi Amal Aqiqah

Layanan Akikah mentah atau masak. Program ini diperuntukan bagi yang ingin ber akikah di daerah terpencil, rawan gizi, panti asuhan,serta tempat lainnya.

Tabungan Aqiqah

Tabungan AQIQAH merupakan layanan tabungan domba akikah. Program ini diperuntukan bagi yang ingin merencanakan akikah untuk putra putrinya setelah lahir.

Bimbingan Sejak Dini Agar Anak Dekat Dengan Alloh

Labels: 0 comments

Menanamkan dan membimbing kebaikan bagi si buah hati semenjak ia masih kecil adalah perkara yang indah. Dengan itu, ia akan mengawali catatan pada lembaran putih kehidupannya dengan kedekatan kepada Allah Azza wa Jalla. Bimbingan yang dilakukan harus ditempuh secara bertahap, dimulai dari pengenalan adab-adab (ajaran-ajaran Islam) yang mendasar namun memiliki pengaruh besar yang begitu mendalam seperti yang tertuang dalam hadits berikut: 



مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْناَءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَْبْناَءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقوُاْ بَيْنَهُمْ فِيْ الْمَضَاجِعِ

Perintahkanlah anak kalian untuk shalat ketika mereka mencapai umur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan) shalat setelah mencapai sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka [6]

Selain membimbing anak-anak pada masalah yang besar (seperti shalat) karena berhubungan dengan rukun Islam, termasuk perkara yang penting juga adalah membimbing anak-anak dalam masalah yang terkadang dianggap remeh oleh sebagian orang. Perhatikan kisah berikut ini:

Abu Burdah bercerita, “Aku mengunjungi Abu Musa al-Asy`ari ketika beliau berada di rumah puteri al-Fadhl bin `Abbâs Radhiyallahu ahuma (Ummu Kultsum Radhiyallahu anhuma adalah isteri Abu Musa). Abu Burdah berkata, “Aku bersin, namun Abu Musa tidak mengucapkan tasymît[7] bagiku. Sementara itu, ketika Ummu Kultsum bersin, maka beliau (Abu Musa) membacakan tasymît baginya. Lantas aku pulang kemudian mengadukannya kepada ibuku. Dan saat Abu Musa mengunjungi ibuku, maka ibuku mempertanyakan hal tersebut. Abu Musa menjawab, “Sungguh puteramu tadi bersin, akan tetapi tidak mengucapkan alhamdulillâh, maka aku pun tidak membaca tasymît baginya. Adapun puteri al-Fadhl, ketika dia bersin dia mengucapkan alhamdulillâh, maka (segera) aku membacakan tasymît baginya. Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bersin kemudian mengucapkan alhamdulillâh, maka bacakanlah baginya tasymît, namun apabila dia tidak mengucapkan alhamdulillâh, maka janganlah kalian membacakan baginya tasymît ".[8]

Silahkan cermati bentuk pembinaan yang indah ini. Seorang anak dididik untuk selalu mengingat Allah Azza wa Jalla , berdzikir dan saling mendoakan dalam berbagai kondisi sekalipun dia masih kecil. Contohlah pula keteladanan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam yang diabadikan dalam kitab suci al-Qur`ân. Pada saat beliau Alaihissallam mendampingi putranya Ismâ`îl Alaihissallam (dalam berdoa), maka keduanya berdoa kepada Allah Azza wa Jalla :

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Ya Allah, jadikanlah kami berdua dan anak keturunan kami berserah diri kepada-Mu. Tunjukkanlah kepada kami ibadah serta ampunilah kami, sungguh Engkau Maha memberi taubat lagi Maha Penyayang [al-Baqarah/2:128]


Oleh : Ustadz Rizal Yuliar, Lc 
Sumber : almanhaj.co.id
 
[6]. Shahîh Sunan Abu Daud no: 465, 466
[7]. Tasymît adalah ucapan yarhamukallâh yang berarti semoga Allah menyayangmu, diucapkan untuk           mendoakan seseorang yang bersin dan mengucapkan alhamdulillâh
[8]. HR. Muslim no: 7488. Lihat Fiqhu Tarbiyatil Aulâd, Syaikh Mushtafa al-`Adawi, hlm. 103

Menjaga Anak, Peran Wajib Orang Tua

Labels: 0 comments

Anak adalah amanat yang Allah Azza wa Jalla titipkan kepada orang tua. Amanat itu wajib dijaga dan dirawat sebaik-baiknya. Allah Azza wa Jalla akan meminta pertanggungjawabannya di hari Kiamat kelak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sungguh setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan mempertanggungjawabkannya, seorang lelaki adalah penjaga bagi anggota keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawabannya…". [1]

Dalam riwayat lain, beliau  bersabda:

إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَأهُ أَحَفِظَهَ أَمْ ضَيَّعَهُ؟ حَتَّى يَسْأَلَ الرّجُلَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

Sungguh Allah akan meminta pertanggungjawaban setiap pemimpin atas setiap hal yang ia emban, apakah telah memeliharanya (dengan baik) atau (justru) menyia-nyiakannya? Termasuk menanyakan kepada seseorang (ayah) tentang keluarganya".[2]

Seorang anak berhak mendapatkan tarbiyah Islamiyah (pembinaan secara Islami) terbaik dari kedua orang tuanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

Dan sungguh, anakmu memiliki hak (yang menjadi kewajiban) atas dirimu[3]

Hak yang disampaikan dalam hadits tersebut selain mencakup pemenuhan kebutuhan fisik, juga menyangkut hak untuk diajari, dibimbing, diarahkan, diluruskan dan demikian seterusnya agar menjadi anak shalih. Maka seyogyanya kedua orang tua, pihak yang paling dekat dengan anak, menjadi teladan nyata bagi anak semenjak kecil. Hendaklah keduanya menanamkan cinta kepada Allah Azza wa Jalla , cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , menyampaikan keindahan Islam dan tuntunan syariatnya kepadanya, membimbing mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla , menumbuhkan kesadaran beribadah serta berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla. Hamba-hamba Allah Azza wa Jalla yang beriman senantiasa berdoa:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Ya Allah, karuniakanlah kami isteri-isteri dan anak keturunan yang (dapat) menjadi penyejuk pandangan. Serta jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa [al-Furqan/25:74]

Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma menjelaskan makna doa dalam ayat ini dengan bertutur, “Yaitu isteri dan anak yang melakukan ketaatan kepada-Mu ya Allah, sehingga pandangan kami akan menjadi sejuk dengan (kebaikan) mereka di dunia dan akherat kelak”.[4]

Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata, “Ini adalah doa untuk kebaikan isteri dan anak agar mereka menjadi shaleh. Dan doa ini mendatangkan manfaat besar bagi mereka yang memanjatkannya. Karenanya (dalam doa tersebut) mereka memohon sambil mengatakan "Ya Allah…karuniakanlah kepada kami…". Kebaikan doa ini akan (berdampak positif) dan bermanfaat bagi kaum Muslimin secara umum mengingat bahwa kebaikan para isteri dan anak dapat menjadi faktor penyebab kebaikan orang-orang yang berinteraksi dengan mereka".[5] 
 
Oleh : Ustadz Rizal Yuliar, Lc 
Sumber : almanhaj.co.id
 
[1]. HR. al-Bukhâri no: 893, Muslim no: 4724.
[2]. Hadits shahih. Lihat ash-Shahîhah no: 1636
[3]. HR. Muslim no: 2731.
[4]. Atsar ini terdapat dalam Tafsir at-Thabari (9/424)
[5]. Tafsir as-Sa’di hlm. 696

Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Labels: , 0 comments

Berdasarkan hadist no.2 dari Samurah bin Jundab. Para ulama berpendapat dan sepakat bahwa waktu aqiqah yang paling utama adalah hari ketujuh dari hari kelahirannya. Namun mereka berselisih pendapat tentang bolehnya melaksanakan aqiqah sebelum hari ketujuh atau sesudahnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahulloh berkata dalam kitabnya "Fathul Bari" (9/594) :
 
"Sabda Rasulullah pada perkataan "pada hari ketujuh kelahirannya" (hadist no.2), ini sebagai dalil bagi orang yang berpendapat bahwa waktu aqiqah itu adanya pada hari ketujuh dan orang yang melaksanakannya sebelum hari ketujuh berarti tidak melaksanakan aqiqah tepat pada waktunya. bahwasannya syariat aqiqah akan gugur setelah lewat hari ketujuh. Dan ini merupakan pendapat Imam Malik. Beliau berkata : "Kalau bayi itu meninggal sebelum hari ketujuh maka gugurlah sunnah aqiqah bagi kedua orang tuanya."

Sebagian membolehkan melaksanakannya sebelum hari ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya "Tuhfatul Maudud" hal.35. Sebagian lagi berpendapat boleh dilaksanakan setelah hari ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Hazm dalam kitabnya "al-Muhalla" 7/527.

Sebagian ulama lainnya membatasi waktu pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Jika tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh maka boleh pada hari ke-14, jika tidak bisa boleh dikerjakan pada hari ke-21. Berdalil dari riwayat Thabrani dalm kitab "As-Shagir" (1/256) dari Ismail bin Muslim dari Qatadah dari Abdullah bin Buraidah :
 
"Kurban untuk pelaksanaan aqiqah, dilaksanakan pada hari ketujuh atau hari ke-14 atau hari ke-21." ["Dia (Ismail) seorang rawi yang lemah karena jelek hafalannya, seperti dikatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam "Fathul Bari" (9/594)." Dan dijelaskan pula tentang kedhaifannya bahkan hadist ini mungkar dan mudraj]

Hukum Aqiqah

Labels: , 0 comments

Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa hukum 'Aqiqah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu Hadits di atas, "Kullu ghuli¢min murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan 'Aqiqah-nya), mereka berpendapat bahwa Hadits ini menunjukkan dalil wajibnya 'Aqiqah dan menafsirkan Hadits ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia di-'Aqiqah-i. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri»'iyyat) 'Aqiqah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima karena dalil-dalilnya, bahwa 'Aqiqah adalah sunnah. 

Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah 'Aqiqah tersebut. 

BANTAHAN TERHADAP ORANG YANG MENGINGKARI DAN MEMBID'AHKAN AQIQAH

Ibnul Mundzir rahimahulloh membantah mereka dengan mengatakan bahwa : "Orang-orang 'Aqlaniyyun (orang-orang yang mengukur kebenaran dengan akalnya, saat ini seperti sekelompok orang yang menamakan sebagai kaum Islam Liberal, pen) mengingkari sunnahnya aqiqah, pendapat mereka ini jelas menyimpang jauh dari hadist-hadist yang tsabit (shahih) dari Rasulullah karena berdalih dengan hujjah yang lebih lemah dari sarang laba-laba."[Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya "Tuhfatul Maudud" hal.20, dan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam "Fathul Bari" (9/588)].

 
Pondok Aqiqah & Catering Syakir Tasikmalaya © 2013 | Designed by Meingames and Bubble shooter